Thursday 16 September 2010

Kisah 2 Bocah Penjual Koran

Bedug magrib diiringi suara adzan telah berkumandang. saya dan teman-teman beristirahat dan mulai berbuka puasa di pinggir jalan Gubernur Suryo (dapan rumah dinas Gubernur JATIM), tepatnya depan Taman Apsari Surabaya. Waktu itu kami sedang berbuka puasa, dan memakan kue ta’jil yang kami bawa dari rumah. Lalu tiba-tiba datanglah dua bocah laki-laki penjual koran, dengan wajah yang lugu mereka memelas kepada kita untuk membeli korannya. Karena wajah lugu mereka saya dan teman-teman pun tak tega melihatnya, lalu kami pun mengajak mereka untuk bergabung dan berbuka bersama kita.

Uniknya tiba-tiba, salah satu dari mereka, anggap saja namanya A (karena saya lupa menanyakan siapa nama mereka), dia memamerkan sepotong baju baru kepada kita, sambil membuka bungkusan tas plastik, mereka bilang, “mbak, liat ini tadi aku dikasih baju sama orang dipinggir jalan.”, “Bajunya bagus, wah bisa buat lebaran itu.” Sahut temanku. Lalu si A menjawab, “tapi baju ini mau saya jual mbak, biar dapat uang, trus uangnya dibuat lebaran.” Kami serentak pun bilang, “Jangan!”, “itu baju kamu pakai saja buat lebaran, kalau dikasih orang itu harus dipakai, jangan dijual lagi, gak boleh, kamu harus menghormati orang yang memberimu baju itu” sahut salah satu temanku. Lalu saya menambahi, “kamu lho bakalan keliatan ganteng kalau pakai baju itu, udah jangan dijual, nanti sampe rumah tunjukkan ibumu pasti senang.”, lalu si A membalas, “iya deh mbak gak jadi tak jual.” Lalu ia pun memasukkan kembali ke dalam tas plastik warna kuning itu.

Lalu saya dan teman-teman mencoba untuk tanya-tanya tentang kehidupan mereka, akan tetapi mereka menjawabnya dengan guyonan, Bocah berbadan sedikit gendut, anggap saja namanya B bilang, ”mbak sama mas ngapain tanya-tanya gitu, kita mau jawab kalau mbak-mbak dan mas-mas ini beli koran kita.”, “Beresssss!!!” sahut kita bersamaan. Tapi bocah satunya, si A malah gak mau kita tanyain, apalagi pas kita mau foto mereka, dia benar-benar menolak, malah dia menyahut, “mbak jangan ditanya-tanyain dan di foto gitu dong, kami takut, kami gak mau masuk koran.” Serentak kami pun tertawa, lalu saya menjawab, “ tenang adek-adek kami ini bukan wartawan kok, kami cuma pengen sekedar tau aja. Lagian ngapain mesti takut, kalian kan kerja jualan koran, bukan pengemis atau gelandangan, jadi gak perlu takut.”

Dalam hal ini intinya saya ingin sekali mendapat sedikit informasi tentang kehidupan mereka. Karena saya memiliki pemikiran bahwa anak-anak seusia mereka itu seharusnya berada di rumah untuk belajar, tapi mereka malah berkeliling di tengah kota demi mencari rupiah. Setelah hampir lebih setengah jam saya dan teman-teman saya ngobrol dengan dua bocah penjual koran itu, kami tetap tidak mendapatkan informasi sedikitpun tentang kehidupan mereka. Yang ada mereka malah guyonan, dan akhirnya kami pun malah guyonan bareng dipinggiran jalan. Karena hari semakin malam, tepatnya waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB, saya dan teman-teman pun segera beranjak dan meninggalkan tempat, dan berpamitan kepada mereka Lalu tiba-tiba si bocah A bilang kepada kami, “mbak, mas kita boleh numpang sampai depannya Delta gak.”, lalu saya pun menjawab, “iya boleh, ayo tak bonceng sini.” Akhirnya pun saya memboceng dua bocah tersebut sampai depannya Delta Plaza. saya pun akhirnya mengambil kesempatan itu untuk bertanya-tanya lagi sama mereka, diatas motor yang sedang saya kendarai akhirnya mereka pun mau bercerita sedikit tentang kehidupan mereka.
Si bocah A akhirnya mulai bercerita, si bocah A dan bocah B ini adalah anak kelas 5 SD, dia bersekolah di SD dekatnya Jalan Wijaya Kusuma (mereka tidak menyebutkan nama sekolahnya apa), mereka tinggal di perkampungan kecil di daerah dekat Kotamadya Surabaya/Balai Kota Surabaya, mereka adalah tetangga yang memiliki nasib yang sama. Lalu si bocah A ini mulai bercerita bahwa bapaknya dia adalah seorang tukang becak, yang berpenghasilan sangat pas-pasan, dan ibunya ini juga tidak bekerja, jadi ayahnya yang hanya seorang tukang becak itupun menjadi tulang punggung keluarga. Lalu si bocah B giliran bercerita, bapaknya adalah seorang tukang sapu yang biasanya membersihkan jalan-jalan, terus ibunya adalah seorang tukang cuci keliling rumah ke rumah. Tujuan utama mereka berjualan koran adalah untuk membantu meringankan beban orang tuanya, biasanya mereka berjualan koran setelah pulang sekolah sekitar pukul 12.00 siang sampai malam pukul 22.00. lalu saya bertanya, “Lho, terus kapan kalian belajarnya?”, mereka pun menjawab, “ yo sinau’e pas wayahe ulangan tok mbak, awak dewe kesel mbak mari dodolan koran yo langsung turu.” (kita belajarnya kalau ulangan saja mbak, kan kita capek mbak, abis jualan koran langsung tidur), dengan logat suroboyoan mereka menjawab dengan santai. Lalu saya pun sedikit memberikan nasehat kepada mereka, bahwa pendidikan jangan sampai terlupakan, Dengan lugunya mereka cuma mengangguk, saya bisa melihat ekspresi wajah mereka dari kaca spion motor saya. Mereka juga bilang bahwa penghasilan mereka menjual koran ini adalah sekitar Rp. 15.000,- s/d Rp. 20.000,- per hari, dan bila korannya gak habis, maka mereka harus mengembalikannya lagi ke agennya. Tapi mereka juga bercerita, terkadang mereka juga bisa mendapatkan hasil yang lebih, yaitu penghasilan dari hasil belas kasihan orang-orang, kadang juga ada orang yang hanya memberi mereka uang saja tanpa membeli koran mereka. Lalu saya bertanya, apakah penghasilan segitu cukup bagi mereka, dan uangnya dibuat apa?, si bocah A menjawab, “yo cukup ae mbak, duite tak gawe jajan, trus sebagian tak kekno ibuku, bapakku jarang ngeke’i aku duit mbak” (re: Ya cukup saja mbak, uangnya tak buat jajan, trus sebagian tak kaihkan ke ibuku, bapakku jarang ngasih aku uang mbak). Akhirnya saya pun sampai juga di depan Jl. Pemuda tepatnya di depan Delta Plaza, saya menurunkan mereka disitu, sebelum berpisah saya pun melakuakn ‘tos’ dulu sama mereka, dan bilang, “belajar sing pinter yo le!” dan saya melihat mereka dari pinggir jalan, dengan semangatnya mereka berlarian dan mulai menjual koran mereka lagi kepada orang-orang yang lewat. Lalu saya dan teman-teman yang lain pergi meninggalkan mereka.

Dari pengalaman saya ini, saya bisa menyimpulkan bahwa hidup di kota metropolitan seperti Surabaya ini sungguh sulit. Semua serba mahal, ekonomi adalah kendala utama kita untuk bertahan hidup. Mereka anak-anak kecil yang seharusnya menghabiskan waktu mereka di rumah untuk belajar dan bermain, justru mereka malah menghabiskan waktu mereka di pinggiran jalan, di tengah kota yang berdebu hanya untuk mencari rupiah. Dua bocah penjual koran tersebut adalah salah satu potret kota metropolitan yang bisa kita buat sebagai pelajaran, bahwa hidup ini begitu keras dan penuh perjuangan. Kita bisa mencontoh semangat-semangat mereka dalam mempertahankan kehidupan yang keras ini. Setiap hari mereka berjualan koran, seperti tak ada beban dalam hidup mereka, justru mereka terlihat begitu riang dan ceria. Saya pun yang sudah mahasiswa justru terkadang masih belum bisa hidup mandiri, uang jajan terkadang masih minta sama orang tua. Dan kisah itu membuat saya sadar bahwa saya harus lebih mandiri dan bersyukur atas apa yang saya dapatkan. Hidup ini susah, tapi kita harus menjalaninya dengan penuh semangat dan kemandirian.

Monday 16 August 2010

Jangan Curi Kekayaan Indonesiaku!!!




Beberapa waktu yang lalu Indonesia telah diributkan oleh adanya beberapa budaya Indonesia yang dicuri oleh negara ttangga, yaitu Malaysia. Negeri jiran tersebut meng-klaim beberapa kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Salah satu contohnya adalah Malaysia mempromosikan negaranya dengan iklan yg bertemakan “Enigmatic Malaysia”. Dimana iklan tersebut menampilkan tari pendet (yang berasal dari Bali dan Wayangan yang jelas-jelas berasal dari Jawa. Sebagai orang Indonesia pasti kita merasa marah dengan adanya peng-klaiman tersebut. Selain Malaysia ada juga beberapa negara uang mengakui artefak budaya Indonesia sebagai milik mereka

Berikut ini adalah data dari beberapa artefak budaya Indonesia yang di klaim oleh negara lain (sumber: google) :

1. Batik dari Jawa diklaim oleh Adidas
2. Naskah Kuno dari Riau diklaim oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sumatera Barat diklaim oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan diklaim oleh Pemerintah Malaysia
5. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara diklaim oleh Pemerintah Malaysia
6. Rendang dari Sumatera Barat diklaim oleh Oknum WN Malaysia
7. Sambal Bajak dari Jawa Tengah diklaim oleh oknum WN Belanda
8. Sambal Petai dari Riau diklaim oleh oknum WN Belanda
9. Sambal Nanas dari Riau diklaim oleh Oknum WN Belanda
10. Tempe dari Jawa diklaim oleh beberapa Perusahaan Asing
11. Lagu “Rasa Sayang Sayange” dari Maluku diklaim oleh Malaysia
12. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur diklaim oleh Malaysia
13. Lagu “Soleram” dari Riau diklaim oleh Malaysia
14. Lagu “Injit-Injit Semut” dari Jambi diklaim oleh Malaysia
15. Alat musik Gamelan dari Jawa diklaim oleh Malaysia
16. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur diklaim oleh Malaysia
17. Tari Piring dari Sumatera Barat diklaim olh Malaysia
18. Lagu “Anak Kambing Saya” dari Nusa Tenggara diklaim oleh Malaysia
19. Lagu “Kakak Tua” dari Maluku diklaim oleh Malaysia
20. Kursi Taman dengan Ornamen Ukir khas Jepara Jawa Tengah oleh Oknum WN Perancis
21. Pigura dengan Ornamen Ukir khas Jepara Jawa Tengah diklaim oleh Oknum WN Inggris
22. Motif Batik Parang dari Yogyakarta diklaim oleh Malaysia
23. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali diklaim oleh Oknum WN Amerika
24. Produk berbahan Rempah-Rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia diklaim oleh Shiseido Co Ltd
25. Badik Tumbuh Lada diklaim oleh Malaysia
26. Kopi Gayo dari Aceh diklaim oleh Perusahaan Multinasional (MNC Belanda
27. Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan diklaim oleh Perusahaan Jepang
28. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat diklaim oleh Malaysia
29. Kain Ulos diklaim oleh Malaysia
30. Alat Musik Angklung diklaim oleh Malaysia
31. Lagu “Jali-Jali” diklaim oleh Malaysia
32. Tari Pendet dari Bali diklaim oleh Malaysia


Tari Pendet dari Bali yang pernah diklaim sbagai milik Malaysia


Alat Musik Angklung dari Jawa Barat yang terbuat dari bambu, angklung ini dulu juga pernah diklaim oleh Malaysia

Bila kita telusuri lebih dalam lagi ternyata telah banyak beberapa kekayaan Indonesia yang dicuri atau diklaim oleh negara asing. Lalu, kita sebagai orang Indonesia apa yang musti kita lakukan? Ya, menurut pendapat saya kasus pencurian budaya oleh negara asing tersebut merupakan contoh dari kelalaian kita untuk menjaga warisan budaya nenek moyang kita. Mungkin kita sebagai orang Indonesia kurang menjaga dan melestarikan kekayaan budaya yang kita miliki, atau bahkan ada beberapa yang mungkin justru lupa dan tidak mengenali kekayaan budaya bangsa sendiri. Oleh karena itu bangsa lain dengan mudahnya mencuri kekayaan negara kita.


Reog Ponorogo dari Jawa Timur juga pernah diklaim sebagai budaya Malaysia

Dengan adanya kasus seperti ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kita sebagai orang pribumi yang hidup di Tanah Indonesia hendaklah harus bangga akan kebudayaannya sendiri, menjaganya serta melestarikannya itu hal yang wajib kita lakukan. Tidak hanya itu, kalau perlu kita juga bisa memperkenalkan budaya yang kita miliki kepada negara asing. Salah satu contoh pelestarikan budaya kita yang sekarang sering kita jumpai adalah memakai pakaian batik setiap hari Jumat. Itu merupakan salah satu perwujudan pelestarian budaya yang kita miliki. Pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO sudah menetapkan bahwa batik adalah budaya milik Indonesia, dan sejak saat itu pula setiap hari Jumat dinyatakan sebagai hari Batik.

Jadi sebagai orang Indonesia kita haruslah bangga terhadap adat dan budaya yang kita miliki. Jangan pernah malu untuk menunjukkan dan memperkenalkan budaya kita. Karena budaya merupakan identitas diri kita.

<blockquote>
“Indonesia adalah negara yang memiliki beragam budaya dan bahasa, akan tetapi Indonesia adalah negara yang ber Bhineka Tunggal Ika. Walaupun kita berbeda akan tetapi kita tetap satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.”


Sunday 15 August 2010

REMAJA INDONESIA ADALAH PENERUS BANGSA


(Gambar dikutip dari google)

Dalam rangka memperingati “ Hari Remaja Sedunia” yang jatuh pada tanggal 12 Agustus, saya sengaja menulis artikel ini, karena saya ingin berbagi pendapat tentang remaja di Indonesia. Apakah definisi dari remaja itu sendiri bagi negara? Remaja adalah sosok calon generasi muda yang akan meneruskan perjuangan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik lagi. Lalu, apakah para remaja Indonesia menyadari bahwa mereka adalah penerus bangsa? Menurut pendapat saya banyak para remaja Indonesia yang tidak menyadari bahwa mereka adalah penerus bangsa. Saya memiliki pandangan seperti itu karena bila saya lihat banyak sekali remaja-remaja di Indonesia yang menghabiskan masa mudanya untuk melakukan hal-hal negatif, yang bisa merusak moral bangsa.

Banyak sekali remaja-remaja yang sudah tidak peduli akan bangsa dan negara. Lagi-lagi hal ini terjadi akibat dari efek globalisasi. Budaya Barat sepertinya telah menyelimuti dan mendarah daging di kehidupan remaja saat ini, sehingga banyak diantara mereka yang melupakan budaya Timur Indonesia. Dan bahkan banyak juga para calon generasi muda kita yang tidak bangga akan Tanah Airnya. Selain itu banyak juga hal-hal negatif yang dilakukan para remaja sehinga bisa merusak moral bangsa ini. Narkoba salah satunya, benda haram itu seakan-akan sudah begitu familiar dikalangan remaja. Narkoba seeakan-akan sudah menjadi “jajanan” bagi mereka. Padahal sudah banyak korban akibat narkoba, akan tetapi mereka sepertinya tidak peduli lagi, bagi mereka kenikmatan adalah segalanya. Selain narkoba, hal negatif yang sudah melekat dikalangan remaja adalah pergaulan bebas. Mereka bebas sesuka hati mereka untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Padahal hal-hal yang mereka lakukan adalah sesuatu yang condong ke arah negatif, dan mereka seakan-akan sudah tidak mau mendengarkan nasehat yang benar. Karena di mata mereka semua yang mereka lakukan itu adalah benar.

Kenakalan remaja yang saat ini sedang membebabi negeri ini telah banyak kita temui dimana-mana, dan bahkan hampir setiap hari kita melihat kasus remaja di media cetak ataupun media elektronik. Pemerintah juga tidak tinggal diam, sudah banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah mereka ke arah yang lebih baik.
Akan tetapi hal tersebut sudah tidak dipedulikan lagi oleh mereka. Menurut pendapat saya, kenakalan remaja itu bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti:
1. Kurangnya perhatian dari orang tua
2. Pengaruh lingkungan sekitar
3. banyaknya beban masalah yang merka hadapi
4. mengalami ganguan psikologi.

Remaja Indonesia haruslah sadar bahwa mereka adalah penerus bangsa. Mereka adalah generasi muda yang harus mampu membangun negeri ini ke arah yang lebih baik lagi, mereka sangat berperan dalam pembangunan dan masa depan bangsa. Negera ini membutuhkan remaja-remaja yang bermoral dan berintelektual. Harga diri bangsa ada di tangan para penerus bangsa, mereka harus bisa membawa nama negeri ini menjadi lebih baik di mata dunia. Mereka juga harus mampu me-manage pengaruh globalisasi dari luar. Pengaruh globalisasi yang buruk hendaklah dibuang dan ditinggalkan saja, karena itu bisa merusak budaya dan citra bangsa, karena Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi adat dan budaya.

Indonesia hanyalah butuh generasi yang bermoral, dan untuk menjadi generasi bermoral tidaklah susah. Cukup melakukan hal-hal positif yang berguna bagi diri sendiri, orang lain, agama dan bangsa. Maka dari itu kita semua ini adalah generasi penerus bangsa. Kita adalah putra-putri kebanggaan bangsa yang harus bisa membawa negeri ini menjadi negeri yang berakhlak dan bermoral.


“Wahai penerus bangsa, kenalilah negerimu, cintailah Tanah Airmu, tunjukkan bahwa kita adalah putra-putri bangsa yang berbudaya dan berintelektual yang mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik lagi.” -Rulyana Oktorya-

Monday 9 August 2010

Permainan Tradisional adalah Warisan Budaya yang Mulai Terlupakan Karena Akibat dari Globalisasi


Permainan dakon ini adalah permainan yang mengasah otak kita (gambar dikutip dari google)

Perkembangan globalisasi yang semakin maju sepertinya telah membawa banyak pengaruh, khususnya bagi generasi muda. Perkembangan IPTEK yang semakin maju khususnya di Indonesia memang merupakan hal yang sangat bagus sekali dalam mengembangkan tingkat pengetahuan kita. Akan tetapi karena adanya tingkat globalisasi tersebut, maka banyak pula sebagian diantara kita yang mungkin sedikit melupakan budaya asli kita sebagai orang Timur. Salah satu warisan budaya kita yang sedikit terlupakan adalah “Permainan Tradisional”.

Bila kita perhatikan lebih jauh, anak-anak jaman sekarang lebih akrab bermain dengan permainan-permainan yang berbau elektronik dan internet, salah satu contoh yang paling banyak kita jumpai adalah “Handphone” atau yang lebih kita kenal dengan sebutan “HP”. Ya, HP merupakan “Permainan” wajib bagi anak-anak jaman sekarang, bahkan anak umur 5 tahun pun sekarang sudah ahli mengutak-atik HP. Saya sudah sering menjumpai anak-anak SD yang bermain Facebook, Twitter dan googling di HP mereka. Selain itu mereka juga akrab sama yang namanya “komputer”, saya juga sering menjumpai anak-anak kecil yang dengan serius menatap layar komputer, ternyata mereka sedang bermain “Game Online.” Lalu, bila kita melihat keadaan yang seperti itu tentunya kita bertanya-tanya, apakah mereka masih mengenal dengan permainan tradisional? Dan bagaimanakah nasib dari permainan tradisional di jaman globalisasi saat ini?

Kalau kita flasback ke era 90an, kita mungkin masih mengenal dengan yang namanya permainan tradisional, contohnya engklek, benteng-bentengan, gobag sodor, petak umpet, dakon, bola bekel, loncat tali, urik-urik (permainan karet), dolip-dolipan, loncat tali, cublak-cublak suweng, pasaran (permainan jual-beli), gasing, egrang, yoyo, dan lain sebagainya. Dulu pada jaman saya masih duduk di bangku SD (sekolah dasar) saya sering memainkan beberapa permainan tradisional, dan permainan favorit saya adalah bermain dakon.

Dakon adalah permainan yang berasal dari Jawa dan merupakan permainan yang mengasah otak, katanya bila kita pandai memainkan dakon maka kita juga pasti akan pandai dalam mengelola keuangan dan manejemen. Permainan dakon adalah permainan yang membutuhkan kecerdasan, karena apabila kita salah mengambil biji kecik maka kita bisa kalah. Selain dakon permainan yang sering saya mainkan bersama teman-teman saya adalah engklek dan gobag sodor. Engklek adalah permainan loncat-loncat, dimana permainan tersebut melatih keseimbangan kita. Dan permainan gobag sodor adalah permainan yang dimainkan secara maju mundur dan melewati pintu-pintu. Dalam bahasa Belanda permainan gobag sodor mungkin sama dengan kata “Go Back Through The Door” dalam Bahasa Inggris. Dan masih banyak lagi permainan tradisional yang biasa saya mainkan bersama teman-teman.


Permainan ini disebut dengan "engklek" karena bermainnya sambil loncat dengan menggunakan satu kaki (gambar dikutip dari google)

Memasuki era 2000an, tepatnya era millenium, permainan tradisional sudah mulai pudar pamornya. Banyak anak-anak yang sudah mulai meninggalkan permainan tradisional dan banyak diantara mereka yang memilih bermain dengan benda-benda elektronik, contohnya saja adik saya. Saya tidak pernah melihat adik saya memainkan permainan tradisional, karena dari umur 8 tahun dia sudah mengenal dengan yang namanya HP. Saya dan adik saya berselisih umur 10 tahun. Saya pernah mengenalkan kepada adik saya tentang beberapa permainan tradisional seperti dakon dan bola bekel, dan bahkan saya juga pernah mengajak dia bermain dakon dan bola bekel, akan tetapi itu tak berlangsung lama, karena adik saya merasa bosan bermain permainan seperti itu, dan dia lebih memilih untuk mengotak-atik HPnya. Dan inilah salah satu contoh bahwa permainan tradisional sudah menghilang di kalangan anak-anak jaman sekarang.


Permainan ini namanya "Gobag Sodor", cara bermainnya yaitu maju mundur melewati pintu (gambar dikutip dari google

Seperti kita ketahui bahwa permainan tradisional merupakan warisan budaya kita yang perlu kita lestarikan, akan tetapi saya pribadi sudah jarang dan bahkan tidak pernah melihat anak-anak jaman sekarang memainkan permainan tradisional lagi. Dengan kata lain kita sudah hampir kehilangan salah satu warisan budaya kita. Lalu, kita sebagai salah satu pewaris budaya seharusnya kita bisa menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Contohnya kita bisa mengenalkan permainan-permainan tradisional ke anak-anak kecil dan memberi penjelasan kepada mereka bahwa permainan tradisional merupakan warisan budaya yang harus kita lestarikan.

Thursday 5 August 2010

Fenomena Gelandangan dan Pengemis (GePeng) di Indonesia, Khususnya di Kota-Kota Besar




Setiap hari disetiap sudut kota Surabaya, saya selalu menemui anak-anak jalanan yang meminta-minta. Tidak hanya itu tak jarang juga saya melihat orang tua yang meminta-minta di pinggir-pinggir jalan. Hal demikian membuat saya berpikir kembali, apakah anak-anak kecil ini tidak memiliki orang tua, yang semestinya harus menafkai mereka? Semestinya kan mereka belajar di sekolah bukan berkeliaran di jalan-jalan seperti itu. Dan apakah orang-orang tua itu tidak memiliki pekerjaan? Lalu, masalah seperti itu siapa yang harus bertanggung jawab dan siapakah yang harus disalahkan?

Masalah seperti itu muncul dikarenakan adanya faktor kemiskinan dan pengangguran yang semakin tinggi di Indonesia. Selain itu permasalahan ekonomi yang semakin krisis merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan. Selama masalah kemiskinan belum teratasi maka jumlah gelandang dan pengemis jalanan pun semakin meningkat. Mereka meminta-minta karena mereka tidak memiliki pekerjaan, sehingga mereka melakukan cara instan dengan meminta belas kasihan orang lain untuk menyambung hidup mereka.


Foto ini saya ambil di daerah Ampel Lonceng, Surabaya Utara (Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel). Tempat ini sudah menjadi tempat berkumpulnya para pengemis untuk mencari rupiah.


Melihat hal demikian saya jadi ingat salah satu pelajaran “Kewarganegaraan” yang membahas tentang pasal-pasal UUD ’45. Di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, Indonesia memiliki tujuan untuk menciptakan negara yang makmur dan sejahtera, yaitu yang berbunyi “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.” Hal tersebut maksudnya adalah usaha pemerintah Indonesia yang telah memberikan hak-hak kepada rakyat Indonesia untuk mendapatkan hidup yang sejahtera, yang mana telah dijelaskan di dalam pasal 27 (ayat 2) UUD ’45, yang berbunyi, “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan di dalam pasal 34 UUD ’45 menyebutkan bahwa, “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara.” Sebenarnya banyak sekali upaya pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, akan tetapi kenapa masih banyak rakyat Indonesia yang hidupnya jauh dari kata sejahtera, meningkatnya jumlah gelandangan dan anak-anak terlantar khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Lalu apa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah ini???


Saya ambil foto ini secara diam-diam karena awalnya pengemis tua ini tidak mau diambil gambarnya dengan alasan takut dan malu.


Dalam Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 1980 (pasal 20, kebijakan dibidang penangulangan GePeng merupakan kebijakan yang telah oleh menteri berdasarkan pada kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah. Penertiban gelandangan dan pengemis telah diatur dalam Kepres nomor 40 tahun 1983 Tentang Koordinasi Penangulangan Gelandangan dan Pengemis. Masalah kemiskinan di Indonsia yakni bermula dari meningkatnya arus urbanisasi ke kota-kota besar yang semakin tinggi. Mereka pindah ke kota besar karena mereka berpikir bahwa hidup di kota besar bisa menjamin dan meningkatkan mutu kehidupan mereka. Akan tetapi pemikiran mereka salah, karena adanya keterbatasan pendidikan, tingkat pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki maka hal itulah yang menyebabkan mereka pada akhirnya untuk menjadi gelandangan dan pengemis di kota-kota besar.

Kementerian Sosial terus berupaya untuk menguramgi jumlah GePeng di Indonesia, tahun 2011 pemerintah akan berusaha menanggulangi masalah tersebut Saya berharap agar pemerintah bisa mengatasi masalah-masalah seperti itu secepatnya dan menciptakan suasana Indonesia yang lebih sejahtera lagi.

Penafsiran Tentang Bahasa “kasar” Arek Suroboyo



Banyak orang mungkin berpikir bahwa bahasa Surabaya itu adalah bahasa yang kasar. Tapi menurut pandangan arek-arek Suroboyo sendiri bahasa Suroboyoan itu adalah bahasa yang biasa dan tidak ada bedanya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya. Dan banyak orang yang memandang bahasa Suroboyoan itu bahasa daerah yang kasar..

Saya pernah berbicara dengan orang Semarang. Kita sama-sama memakai bahasa Jawanya, akan tetapi logat dan dialek yang kami gunakan pun berbeda. Di dalam hal ini ada hal yang saya tidak suka tentang penafsiran dan asumsi dari orang yang berasal dari kota lain, mereka pernah bilang kepada saya bahwa bahasa Surabaya itu kasar sekali dan tidak enak untuk didengar. Mendengarkan statemen seperti itu, saya sebagai orang Surabaya merasa tersinggung. Selain itu mereka juga bilang, bahwa arek Surabaya itu pasti pinter “misuh” (berbicara kotor). Lalu saya bilang kepada orang tersebut bahwa bahasa kami memang kasar dibandingkan dengan bahasa Jawa yang lainnya, akan tetapi kami tahu bagaimana kami harus bertutur kata yang baik, dan tidak mungkin juga kan kami orang Surabaya berkata “misuh” kepada orang lain apalagi orang yang berasal dari kota lain. Bila kita pelajari dan menelaah secara spesifik tentang bahasa Suroboyoan, sebenarnya bahasa Surabaya itu tidaklah sekasar yang mereka kira. Dan bahkan mungkin arek-arek Suroboyo pun banyak yang kurang memahami dan mengetahui bahasa Surabaya yang sebenarnya. Mereka hanya mengaplikasikan bahasa Suroboyoan yang umum yang sering diucapkan sehari-hari.

Sedangkan untuk bahasa kasar “misuh”, iya memang banyak arek-arek Surabaya yang mengucapkan kata-kata itu. Biasanya mereka berkata “misuh” untuk meluapkan emosi mereka, walaupun sebenarnya kata-kata itu memang tidak pantas untuk diucapkan dan tidak enak untuk didengar. Tapi itulah budaya, bahasa juga merupakan warisan budaya dan budaya itu akan selalu ada secara turun-temurun. Disini saya akan menjelaskan sedikit tentang “Dialek Suroboyoan”. Apa itu dialek Suroboyoan?

Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.

Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rek" sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arek", yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata "bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e dalam kata edan), yang dlam bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".

Selain itu, sering pula ada kebiasaan di kalangan penutur dialek Surabaya, dalam mengekspresikan kata 'sangat', mereka menggunakan penekanan pada kata dasarnya tanpa menambahkan kata sangat (bangat atau temen), misalnya "sangat panas" sering diucapkan "puanas", "sangat pedas" diucapkan "puedhes", "sangat enak" diucapkan "suedhep" dsb.
Hawane puanas (udaranya panas sekali)
Sambele iku puedhes (sambal itu pedas sekali)
Selain itu. salah satu ciri lain dari bahasa Jawa dialek Surabaya, dalam memberikan perintah menggunakan kata kerja, kata yang bersangkutan direkatkan dengan akhiran -no. Dalam bahasa Jawa standar, biasanya direkatkan akhiran -ke
"Uripno (Jawa standar: urip-ke) lampune!" (Hidupkan lampunya!)
"Tukokno (Jawa standar: tukok-ke) kopi sakbungkus!" (Belikan kopi sebungkus!)

Sedangkan untuk kata kasar “misuh” atau kata yang lebih dikenal dengan “ Jancuk” atau “Cuk”, itu merupakan kata kasar yang tidak sopan untuk diucapkan. “JANCUK” berasal dari kata 'dancuk' dan turunan dari 'diancuk' dan turunan dari 'diencuk' yg artinya 'disetubuhi'. Orang jawa (golongan mataraman) pada umumnya menganggap dialek suroboyoan adalah yang terkasar. tapi sebenarnya itu menujukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang. sikap basa basi yang diagung-agungkan wong jawa, tidak berlaku dalam kehidupan arek suroboyo. misalnya dalam berbicara, wong jawa menekankan tdak boleh memandang mata lawan bicara yang lebih tua atau yang dituakan atau pemimpin, karena dianggap tidak sopan. Tapi dalam budaya arek suroboyo,itu tanda bahwa orang tersebut sejatinya pengecut, karena tidak berani memandang mata lawan bicara.

Bahasa daerah merupakan salah satu warisan budaya, dan warisan budaya tersebut pasti akan selalu turun-temurun di generasi selanjutnya. Jadi menurut saya sekasar-kasarnya bahasa yang kita miliki itu merupakan budaya juga. Dan saya sebagai orang Surabaya pun tentu tahu kapan dan dimana saya harus menggunakan bahasa yang menurut saya baik dan benar.

Heritage Corner >>> Kampung Sambongan Peninggalan Sejarah.




Dimana itu Kampung Sambongan? Saya yakin pasti banyak orang yang bertanya-tanya Dimana Kampung Sambongan berada. . Kawasan ini terletak di bagian utara pasar atom sampai jalan kembang Jepun. Kampung Sambongan mungkin masih terdengar asing di telinga kita, tapi coba kalau saya menyebut dengan Jalan Gula, Jalan Karet dan Jalan Kopi pasti banyak yang sudah mengenalnya. Saya mengambil potret sudut wilayah ini, karena saya tertarik dengan lingkungannya yang masih berbau jadul alias jaman dulu banget. Bangunannya pun masih tampak jelas bangunan bekas jaman penjajahan dulu yang masih original alias belum terenovasi. Bangunan di wilayah ini masih terlihat sangat kuno bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan modern yang berdiri di kanan-kiri Jalan Gula.

Perkampungan ini banyak sekali diincar oleh pemburu foto alias para fotografer dikarenakan tempatnya yang unik dan memiliki nilai sejarah. Saya sendiripun juga tertarik dengan bangunan ini, saya sering melihat banyak beberapa pasangan calon pengantin yang melakukan foto pre-wedding di tempat ini. Selain itu banyak juga anak-anak muda, anak-anak sekolah yang sering mengabadikan foto mereka disini. Sungguh unik dan benar-benar wilayah heritage yang ada di kota Surabaya.

Kawasan ini dahulunya merupakan penginapan dan gudang kopi yang di duga milik Oei Sam Hong. Seorang saudagar kaya asal tiongkok dan di perkirakan hidup pada tahun 1800-an. Sambongan telah menjadi kampung urban sejak serbuan pendatang di era 1950-an, bahkan sulit untuk menemukan warga berdarah tionghoa disana. Hanya ada bebrapa bangunan lawas di gang yang biase dibilang cukup sempit ini karena lebarnya tak lebih dari 3 meter. Sam Hong, yang bernama asli Oei Sam Hong adalah seorang saudagar yang sangat berpengaruh. Kawasan ini sebelumnya di sebut SamHongan atau wilayah Sam Hong namun karena lidah jawa maka lama kelamaan menjadi Sambongan.

Budaya Arek di Jawa Timur




Format penting kebudayaan dan kesenian Jawa Timur adalah berkembangnya apa yang disebut sebagai budaya indigeneous (BI). BI berkembang secara gradual sebagai sinkretis antara nilai adat, hukum adat, sistem pertanian tradisonal, dan sistem keagamaan baik dari Timur Tengah, Jepang, China, dan India. Di samping itu BI bertumpuh kuat dari berbagai varian, yaitu varian sinkretis antara nilai animesme-dinamisme dan hindu-budha, animesme-dinamisme dan Islam (konon melahirkan berbagai varian aliran keagamaan). Fenomena budaya ini mempengaruhi sistem sosial dan format teritori sistem pertanian sehingga melahirkan gejala Pandalungan (daerah pesisir laut Jawa dengan komunitas Islam, nelayan, pedagang, dengan bahasa dipengaruhi bahasa Madura), Mataraman (komunitas yang tinggal di pedalaman Jawa Timur, beragama Islam, tetapi dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya kerajaan Mataram, bertani), varian Tengger, Keling, dan Arek.

Budaya arek terletak dalam wilayah budaya Jawa Timur, disisi timur Kali Brantas. Dengan demikian Budaya Arek meliputi, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, dan Malang. Kediri dan Blitar dibatasi oleh Pare ke timur memiliki oleh khazanah Budaya Arek. Meski tidak bersifat matematis, kedelapan wilayah tersebut, aliran Kali Brantas ke timur menentukan lahirnya Budaya Arek karena memiliki beberapa kesamaan. Bahkan pemerintahan kilonial belanda memperlakukan konstruksi arsitekturnya secara sama dalam beberapa hal. Misalnya, bentuk-bentuk bangunan dan nama-nama daerah.

Dengan istilah Budaya Arek, jika dilihat dari sejarah dan perkembangan sosiologi masyarakat Surabaya tampak sekali Budaya Arek adalah budaya sinkretis dari budaya Mataram, Pendalungan, dan hasil transaksi budaya dari proses modernisasi dan indrustialisasi. Karena itu hampir semua bentuk kesenian rakyat, kesenian tradisional, dan modern pernah berkembang dengan baik di Surabaya. Fenomena Surabaya sebagai kota besar itu tampak dari berbagai jenis kesenian apa saja yang ada di wilayah Mataraman dan Pendalungan pernah ada dan berkembang di Surabaya. Begitu pula pola budaya masyarakat luar Jawa Timur, luar pulau Jawa, dan bahkan pola Barat (westernisasi) juga berkembang subur di Surabaya. Ada yang memahami pola budaya rakyat Surabaya dengan istilah budaya Arek. Jika dilihat dari sejarah dan perkembangan sosiologi masyarakat Surabaya tampak sekali budaya Arek adalah budaya sinkretis dari budaya Mataraman, Pendalungan, dan hasil transaksi budaya dari proses modernisasi dan industrialisasi. Karena itu hampir semua bentuk kesenian rakyat, kesenian tradisional, dan modern pernah berkembang dengan baik di Surabaya. Dinas P dan K Jawa Timur pernah mengadakan festival kesenian daerah Jawa Timur dan ternyata yang memperoleh hadiah adalah grup reok dari Surabaya.

Di sisi lain wilayah Jawa Timur pedalaman, seperti Ngawi, Madiun, Magetan, Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Jombang, dan Mojokerto banyak dipengaruhi nilai Mataraman. Sistem nilai budaya Mataraman merupakan sistem nilai budaya yang banyak dipengaruhi budaya kerajaan Mataram Yogyakarta. Nilai budaya kraton yang aristokrat itu menjadi dasar budaya dan perilaku masyarakat Jawa Tengah pedalaman dan kemudian menyebar ke wilayah pedalaman di Jawa Timur. Masyarakat daerah Mataraman banyak hidup dari persawahan, perkebunan, hutan, dan perdagangan. Masyarakat wilayah Mataraman dalam berkesenian banyak dipengaruhi model kesenian Jawa Tengahan sehingga sebagian besar pola aristokrasi, keselarasan, keseimbangan, dan penuh simbolik menjadi bagian penting dari seni rakyat Mataraman. Seni rakyat jenis wayang kulit, ketoprak, wayang orang, dan reokan merupakan model kesenian penting wilayah ini.

Varian budaya di Jawa Timur juga berkembang dipengaruhi sistem sosio-budaya sub etnis yang ada di Jawa Timur. Ada budaya sub etnis masyarakat adat Tengger diseputar pegunungan Bromo.Kemudian ada sub etnis Osing diseputar Banyuwangi. Di samping itu berkembang pula budaya dari sub etnis suku Samin diseputar Bojonegoro, berbatasan dengan Cepu dan Blora di Jawa Tengah. Berbagai kesenian rakyat berkembang di wilayah sub etnis tersebut seperti wayang purwo, musik dan kentrung Osing, dan tarian adat Suku Samin.

Karakter Budaya:

Karakter masyarakat Budaya Artek adalah terbuka, lebih agamis, egaliter, mau menerima perbedaan dan masukan, solidaritas tinggi serta menerapkan prinsip “yok opo enake” (sama-sama enak). Daerah ini merupakan kawasan abu-abu, dimana kekuatan nasionalis berimbang. Madura berbeda sekali dari Jawa. Budaya mereka terbentuk dari kerasnya alam dan system tegalan. Sifat keras, pekerja keras, temperamental dan solidaritas tinggi serta sikap keagamaan yang kuat. Pendalungan-kawasan yang membentang dari Pasuruan sampai Jember ini merupakan titik temu antara budaya jawa dan Madura.

Model seni budaya varian dari budaya Pandalungan dan Mataraman, menyebar di wilayah lain seperti Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro. Surabaya merupakan kota besar yang setiap saat disuplai berbagai bahan makanan, sayur, ikan, daging, beras, dan hasil perkebunan lainnya menjadi salah satu distributor dan transaksi budaya penting di Jawa Timur. Tujuan urbanisasi masyarakat wilayah Mataraman dan Pendalungan sebgian adalah Surabaya. Karena itu Surabaya menjadi pusat perdagangan, industri, komunikasi, pendidikan, dan transaksi di Jawa Timur. Secara historis dan sosiologis pengaruh budaya Pendalungan dan Mataraman besar sekali terhadap masyarakat Surabaya. Di sisi lain, Surabaya adalah pintu bagi komunikasi, perdagangan, dan transaksi dengan dunia nasional dan internasional. Karena itu secara kultural budaya yang berkembang di Surabaya tidak lagi hanya diwarnai budaya Pendalungan dan Mataraman, tetapi ada nilai nasional, dan internasional.

Wednesday 4 August 2010

Welcome to Surabaya, Kota Pahlawan nan Unik




Surabaya merupakan Ibu Kota Jawa Timur, yang dikenal sebagai Kota Adipura, karena Surabaya pernah Meraih Piala Adipura Kencana atas kebersihan dari kota Surabaya sendiri. Maka jangan heran jika setiap kali anda datang ke Surabaya banyak slogan bertuliskan “ Surabayaku Bersih Dan Hijau “ Selain itu Surabaya merupakan, Kota Pelabuhan terpenting Di Indonesia, sesudah Pelabuhan Tanjung Priok, karena Surabaya memiliki beberapa area Industri, Perdagangan dan Bisnis.
Surabaya juga termasuk Kota Vokasi. Maksudnya adalah Suatu Kota yang diharapkan menjadi Kota Unggulan, dimana Kota tersebut menarik untuk dijadikan suatu tempat wisata Unggulan atau ciri Kota tersebut. Dengan Demikian Surabaya harus Lebih mengembangkan Dunia Pariwisatanya agar lebih dikenal oleh Wisatawan Lokal maupun Wisatawan Asing.





“ SPARKLING SURABAYA “ Dengan Simbol Bintang diatasnya. Slogan ini selalu dipakai setiap kali Surabaya mempromosikan salah satu wisata dan unsur wisata yang dimilikinya. Yang diharapkan wisata tersebut akan lebih Berkilau dan Berkembang membawa harum nama Surabaya ke Masyarakat Luas.

Surabaya telah memenuhi beberapa Unsur penting dalam Dunia Pariwisata. Unsur-Unsur itu adalah:
Akomodasi yang berupa Hotel,Pondok,Guest House,Dll.
 Jasa dan Restoran.

Trasportasi
Money Changer.
Atraksi Wisata Tari, Seni Ludruk, Upacara adat,Dll.aa
Cindera Mata
Biro Perjalanan atau Travel Agent.
Identifikasi Pariwisata Lokal di Surabaya adalah :
 Wisata Konvensi.
 Wisata Pendidikan
 Wisata Ekonomi dan Bisnis.
 Trasaportasi Lokal dan
 Tradisi Lokal.

Obyek dan Daya Tarik Wisata Surabaya
1. Ria Kenjeran (Park Beach)
2. Kenjeran Beach Ammusement Park ( THP Kenjeran )
3.Kalimas The Traditional Harbour
4.Kayoon Park and Flower Market
5.Kebun Binatang Surabaya (Surabaya Zoo)

Wisata Agama
1. Sunan Ampel
2. Makam Sawunggaling
3. Makam Boto Putih
4. Makam Ki Ageng Bungkul
5. Makam Pangeran Yudho Kardono
7. Makam WR.Soepratman
8. Hong Tiek Hian Klenteng
9. Pura Jagad Karana
10.Joko Dolog Statue

Monumen dan Gedung Bersejarah
1.Tugu Pahalawan dan Museum Perjuangan 10 November
2.Monument Kapal Selam
3.Monument Jales Viva Jaya Mahe
4.Monument di Surabaya :
1. WIRA SURYA MONUMENT Jl. Wonokromo
2. POLISI ISTIMEWA Jl. Raya Darmo
3. MAYANGKARA MONUMENT Jl. Taman Mayangkara
4. BAMBOO RUNCING MONUMENT Jl. TAIS Nasution
5. SOERJO MONUMENT Jl. Taman Apsari
5. Museum di Surabaya
1.Loka Jala Krana
2.Mpu Tantular
3.DHD45
4. Museum Kesehatan

6. Gedung Grahadi

7. Gedung Balai Pemuda
8. Jembatan Merah
9. Majapahit Hotel
10.Gedung Bersejarah

1. Gedung Internatio Jl. Taman JayaNegoro No.1
2. Gedung Youth Jl. Gubernur Suryo 15
3. Governor Office Jl. Pahlawan 110
4. Pelni Office Jl. Pahlawan 116
5. Gedung Bank Mandiri Jl. Pahlawan 120
6. Gedung Pertamina Jl. Veteran 6-8
7. Sekolah Santa Maria Jl. Raya Darmo
8. Sekolajh Santa Louis Jl. Dr. Soetomo
9. Gedung PTP XXII Jl. Merak
10. Gedung Siola Jl. Tunjungan
11. Gedung Nasional Jl. Bubutan 35-37
12. Gedung RS.Darmo Jl. Raya Darmo
13. Gedung Don Bosco Jl. Tidar 113-119
14. Gedung RRI Jl. Pemuda



"Jer Basuki Mawa Bea"
adalah kata-kata emblazoning lambang Jawa Timur. Berarti bahwa pencapaian mereka hanya menang melalui pengorbanan. Hal ini tentunya menjadi motto yang tepat, terutama bagi masyarakat Surabaya.

Kalisosok yang Bersejarah



Mengapa saya mengambil potret sudut Jalan Kalisosok ini? Potret ini saya ambil sekitar dua bulan yang lalu, ketika saya sedang jalan-jalan bersama teman-teman saya. Kalisosok adalah sebuah daerah di Surabaya Utara, dekat dengan Kembang Jepun dan Rajawali. Tempat yang saya ambil sebagai potret ini adalah bekas sebuah penjara pada jaman penjajahan. Sebagai orang Surabaya mungkin kita semua sudah tahu tentang cerita sejarah kalisosok. Alasan saya mengambil potret ini, karena saya begitu tertarik tentang kisah sejarah di dalamnya, yang konon katanya tempat ini adalah bekas penjara yang digunakan sebagai tempat penahanan sejumlah tokoh kemerdekaan seperti Soekarno, Kiai Haji Mas Mansur, dan WR. Supratman. Menurut cerita orang-orang jaman dulu penjara ini juga digunakan sebagai tempat penganiayaan dan penyiksaan para pejuang Indonesia oleh bangsa Belanda. Dahulu Kalisosok ini terkenal dengan keangkerannya, dan kemudian pada saat setelah kemerdekaan penjara ini sudah mulai pudar pamornya.


Sekarang Penjara Kalisosok ini sangat jauh dari kesan menyeramkan, karena dinding luar penjara ini sudah digambari oleh para seniman kota dengan gambar-gambar yang menarik yang dihiasi berwarna-warni cat. Menurut pendapat saya, Pemerintah Kota bisa memanfaatkan bekas penjara Kalisosok dengan mengelola dan memenfaatkannya secara ekonomi atau bentuk lain seperti dibuat sebagai museum, Art Gallery, tempat pertemuan, hotel, restoran, atau lain sebagainya yang bisa meningkatkan sektor kepariwisataan kota Surabaya.

Kekurangan dan Kelemahan Yang Saya Miliki Merupakan Kunci Utama Bagi Saya Untuk Menjadi Lebih Baik Lagi

Well, sejatinya kita semua sebagai manusia tentunya tak luput dari yang namanya kekurangan, akan tetapi kita pasti juga memiliki kelebihan untuk menutupi kekurangan tersebut. Disini saya sebagai manusia biasa pastinya saya juga memiliki bnyak kekurangan. Akan tetapi bagaimana cara saya mengaplikasikan kekurangan saya tersebut untuk bias menjadi kelebihan saya. Berikut ini saya akan menyebutkan kekurangan-kekurangan yang saya miliki, antara lain:

1. Mudah tersinggung
2. Mudah marah/emosi
3. suka telat
4. suka bingung dengan pilihannya sendiri
5. kurang percaya diri
dan tentunya masih banyak lagi kekurangan yang saya miliki.

Memanfaatkan kekurangan menjadi suatu kelebihan merupakan hal yang harus dimiliki oleh seseorang. Disini saya akan menjelaskan bagaimana cara saya untuk merubah kekurangan saya menjadi suatu kelebihan:

1. Belajar untuk mengenali potensi diri
Maksudnya adalah, saya belajar untuk mengenali diri saya sendiri, pertama saya harus mengenali apa saja kelebihan yang saya miliki, misalnya kelebihan saya adalah mampu berkomunikasi dengan baik terhadap siapa saja. Maksudnya disini saya bisa menjalin hubungan terhadap siapa saja hanya dengan melakukan komunikasi yang baik terhadap sesorang, Kelebihan ini mungkin bisa menutupi kekurangan saya seperti, saya selalu merasa kurang percaya diri apabila sedang menghadapi sesuati. Jadi, mungkin dengan adanya kemampuan berkomunikasi yang baik, saya bisa menutupi rasa ketidak percaya dirian saya dengan melakukan komunikasi dengan orang lain, sehingga orang yang saya ajak bicara tidak menyadari akan kekurangan saya tersebut.

2. Tetap Percaya diri dan fokus pada tujuan
Seperti yang saya jelaskan tadi, bahwa saya adalah tipe orang yang tidak percaya diri. Tapi maksud disini percaya diri dan fokus pada tujuan adalah, saya harus meningkatkan rasa percaya diri saya agar saya bisa mencapai tujuan yang saya inginkan. Apabila saya selalu merasa tidak percaya diri, maka saya rasa saya pun tidak akan bisa mencapai target yang kita maksud. Fokus pada tujuan disini maksudnya dengan saya mau untuk percaya diri dan fokus kepada tujuan, saya akan semakin terpacu untuk menjadi lebih baik dan hal tersebut justru akan memberikan nilai tambah bagi diri saya. Diatas saya sudah menyebutkan bahwa saya adalah tipe orang yang suka bingung akan pilihannya sendiri. Maka dari itu hal pertama yang harus saya lakukan adalah saya harus memantapkan atau memprioritaskan tujuan utama yang ingin dicapai dengan cara meningkatkan rasa percaya diri, yaitu percaya diri bahwa pilihan yang akan saya ambil ini adalah pilihan yang tepat.

3. Tidak menganggap bahwa kelemahan kita akan membuat kita menjadi tidak ada artinya, tetapi gali segala potensi yang ada di dalam diri dan berusaha untuk mengembangkan diri dengan mengemas dan menghargai diri sendiri dengan nilai yang setinggi-tingginya.
Kelemahan yang saya alami, tidak boleh menjadi penghambat di dalam hidup saya. Ketika saya hanya berdiam diri, mengeluhkan kelemahan saya dan bahkan merasa hidup sudah tidak ada artinya karena kelemahan yang saya derita, kita akan membuat diri saya semakin terpuruk dan potensi saya yang sesungguhnya tidak akan pernah tergali dan berkembang. Saya harus mau untuk aktif menggali potensi yang ada di dalam diri saya dan juga menghargai diri saya begitu tinggi. Dengan itu saya akan sanggup untuk merubah kelemahan menjadi kelebihan yang meningkatkan nilai jual saya dan juga produk atau jasa yang saya hasilkan. Saya juga harus bisa untuk mengemas dan menghargai diri saya dengan setinggi-tingginya. Mengemas dan menghargai diri saya dengan setinggi-tingginya bukan berarti saya menjadi angkuh atau sombong, tetapi saya yakin dengan kemampuan saya dan tidak memandang kelemahan saya. Dan dengan keyakinan tersebutlah saya akan terpacu untuk menggali potensi diri dan sanggup mengubah kelemahan saya menjadi suatu kelebihan yang akan semakin memberikan nilai jual yang tinggi bagi diri saya sendiri

Maka dari itu apabila kita terpuruk dalam kekurangan, maka selamanya kita tidak akan pernah menyadari kelebihan yang kita miliki.

Thursday 15 July 2010

Bagaimana Menjadi Mahasiswa yang Berintelektual?




Apakah itu mahasiswa berintelek? Apakah kita sudah menjadi mahasiswa yang berintelek? Menurut pendapat saya, setiap mahasiswa pasti memiliki pemikiran yang intelektual dalam mengembangkan daya pengetahuan mereka tentang hal-hal umum. Dan semua mahasiswa pasti juga memiliki pemikiran seperti itu, tapi banyak diantara mereka yang terkadang masih nelum paham tentang arti intelektual yang sebenarnya.

Menurur saya, Intelektual adalah gaya gerak bebas yang berprinsipkan pada kebenaran dan hal-hal positif. Jadi maksud dari mahasiswa yang berintelek adalah mahasiswa yang memiliki gaya gerak bebas, dimana mereka memiliki daya tingkat berpikir yang tinggi dan memiliki prinsip-prinsip yang bisa mengembangkanm gaya gerak bebas mereka yang lebih berpegangan kepada hal-hal positif dan hal-hal yang berhubungan dengan imajinasi mereka. Membahas tentang intelektual, sebenarnya ke-intelektualan berpikir seseorang dapat didapatkan dengan cara mereferensi hak-hal positif, dengan membaca buku, searching internet, menonton TV, atau mendengarkan radio. Dengan cara demikian maka secara tidak langsung kita akan mendapatkan tambahan wawasam yamg bisa mengasah keintelektualan berpuikir kita sebagai seorang mahasiswa.

Sebenarnya untuk menjadi mahasiswa yang berintelektual itu tidaklah susah, itu tergantung dari cara berpikir kita dalam memandang dan menilai sesuatu yang ada disekitar kita. Berdasarkan pengamatan saya, banyak mahsiswa yang kurang berpikir secara intelektual. Mahasiswa jaman sekarang lebih cenderung menginginkan hal-hal instan, dan cenderung diantara mereka memiliki pengetahuan yang kurang, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya referensi membaca tentang pengetahuan-pengetahuan umum. Untuk menjadi mahasiswa intelektual tidak hanya selalu mendengarkan penjelasan dari dosen, lalu mendapatkan nilai dengan grade tinggi. Akan tetapi untuk menjadi mahasiswa intelektual kita juga harus melakukan hal-hal positif di dalam ataupun di luar area kampus yang bisa mengembangkan daya ke-intelektualan cara berpikir kita.
Mahasiswa adalah calon intelekual yang seharusnya mengerti akan situasi bangsa dan negara serta memperbanyak pengetahuannya di berbagai bidang. Mereka harus lebih berpikiran rasional (akal) dan lebih berani dalam menyatakan fakta serta realita yang ada. Mereka juga harus memiliki wawasan yang luas dalam mengatasi suatu problema atau berbagai peristiwa yang memiliki dampak yang besar terhadap perkembangan dan kemajuan dari bangsa dan negara. Tanpa adanya aspirasi dan masukan dari mahasiswa melalui aktivis dan gerakan, maka negara ini akan mengalami stagnasi karena suara mahasiswa yang mewakili generasi muda memiliki arti yang cukup dalam.

Sebagai pencetak intelektual, peran kampus juga sangat penting. Kampus sebagai wadah mencari ilmu bukan hanya memberikan sekedar materi dan teori yang membosankan tetapi membangkitkan daya nalar bagi mahasiswanya. Daya nalar yang tinggi membangkitkan gairah dan semangat seorang mahasiswa dalam mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya dan haus akan ilmu. Mereka tidak akan puas dengan apa yang telah didapatkan dari dosen yang mengajar, tetapi akan mencari lebih banyak pengetahuan dai buku, televise, surat kabar dan internet. Media yang sangat banyak ini seharusnya harus lebih digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, karena sangat banyak terdapat pengetahuan di dalamnya.

Jadi, bila kalian semua ingin menjadi mahasiswa yang berintelektual tinggi, maka kita harus mengembangkan cara berpikir kita sebagaimana mestinya. Kita bebas melakukan hal apa saja, dan ruang lingkup mahasiswa tidak hanya di area kamous saja, kita juga harus mengenal tentang lingkungan luar. Apa yang menurut kita baik maka lakukanlah. Jangan lah ragu untuk menjadi mahasiswa yang berintelektual. Jadilah mahasiswa yang berintelektual sekarang juga.