Thursday, 5 August 2010

Budaya Arek di Jawa Timur




Format penting kebudayaan dan kesenian Jawa Timur adalah berkembangnya apa yang disebut sebagai budaya indigeneous (BI). BI berkembang secara gradual sebagai sinkretis antara nilai adat, hukum adat, sistem pertanian tradisonal, dan sistem keagamaan baik dari Timur Tengah, Jepang, China, dan India. Di samping itu BI bertumpuh kuat dari berbagai varian, yaitu varian sinkretis antara nilai animesme-dinamisme dan hindu-budha, animesme-dinamisme dan Islam (konon melahirkan berbagai varian aliran keagamaan). Fenomena budaya ini mempengaruhi sistem sosial dan format teritori sistem pertanian sehingga melahirkan gejala Pandalungan (daerah pesisir laut Jawa dengan komunitas Islam, nelayan, pedagang, dengan bahasa dipengaruhi bahasa Madura), Mataraman (komunitas yang tinggal di pedalaman Jawa Timur, beragama Islam, tetapi dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya kerajaan Mataram, bertani), varian Tengger, Keling, dan Arek.

Budaya arek terletak dalam wilayah budaya Jawa Timur, disisi timur Kali Brantas. Dengan demikian Budaya Arek meliputi, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, dan Malang. Kediri dan Blitar dibatasi oleh Pare ke timur memiliki oleh khazanah Budaya Arek. Meski tidak bersifat matematis, kedelapan wilayah tersebut, aliran Kali Brantas ke timur menentukan lahirnya Budaya Arek karena memiliki beberapa kesamaan. Bahkan pemerintahan kilonial belanda memperlakukan konstruksi arsitekturnya secara sama dalam beberapa hal. Misalnya, bentuk-bentuk bangunan dan nama-nama daerah.

Dengan istilah Budaya Arek, jika dilihat dari sejarah dan perkembangan sosiologi masyarakat Surabaya tampak sekali Budaya Arek adalah budaya sinkretis dari budaya Mataram, Pendalungan, dan hasil transaksi budaya dari proses modernisasi dan indrustialisasi. Karena itu hampir semua bentuk kesenian rakyat, kesenian tradisional, dan modern pernah berkembang dengan baik di Surabaya. Fenomena Surabaya sebagai kota besar itu tampak dari berbagai jenis kesenian apa saja yang ada di wilayah Mataraman dan Pendalungan pernah ada dan berkembang di Surabaya. Begitu pula pola budaya masyarakat luar Jawa Timur, luar pulau Jawa, dan bahkan pola Barat (westernisasi) juga berkembang subur di Surabaya. Ada yang memahami pola budaya rakyat Surabaya dengan istilah budaya Arek. Jika dilihat dari sejarah dan perkembangan sosiologi masyarakat Surabaya tampak sekali budaya Arek adalah budaya sinkretis dari budaya Mataraman, Pendalungan, dan hasil transaksi budaya dari proses modernisasi dan industrialisasi. Karena itu hampir semua bentuk kesenian rakyat, kesenian tradisional, dan modern pernah berkembang dengan baik di Surabaya. Dinas P dan K Jawa Timur pernah mengadakan festival kesenian daerah Jawa Timur dan ternyata yang memperoleh hadiah adalah grup reok dari Surabaya.

Di sisi lain wilayah Jawa Timur pedalaman, seperti Ngawi, Madiun, Magetan, Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Jombang, dan Mojokerto banyak dipengaruhi nilai Mataraman. Sistem nilai budaya Mataraman merupakan sistem nilai budaya yang banyak dipengaruhi budaya kerajaan Mataram Yogyakarta. Nilai budaya kraton yang aristokrat itu menjadi dasar budaya dan perilaku masyarakat Jawa Tengah pedalaman dan kemudian menyebar ke wilayah pedalaman di Jawa Timur. Masyarakat daerah Mataraman banyak hidup dari persawahan, perkebunan, hutan, dan perdagangan. Masyarakat wilayah Mataraman dalam berkesenian banyak dipengaruhi model kesenian Jawa Tengahan sehingga sebagian besar pola aristokrasi, keselarasan, keseimbangan, dan penuh simbolik menjadi bagian penting dari seni rakyat Mataraman. Seni rakyat jenis wayang kulit, ketoprak, wayang orang, dan reokan merupakan model kesenian penting wilayah ini.

Varian budaya di Jawa Timur juga berkembang dipengaruhi sistem sosio-budaya sub etnis yang ada di Jawa Timur. Ada budaya sub etnis masyarakat adat Tengger diseputar pegunungan Bromo.Kemudian ada sub etnis Osing diseputar Banyuwangi. Di samping itu berkembang pula budaya dari sub etnis suku Samin diseputar Bojonegoro, berbatasan dengan Cepu dan Blora di Jawa Tengah. Berbagai kesenian rakyat berkembang di wilayah sub etnis tersebut seperti wayang purwo, musik dan kentrung Osing, dan tarian adat Suku Samin.

Karakter Budaya:

Karakter masyarakat Budaya Artek adalah terbuka, lebih agamis, egaliter, mau menerima perbedaan dan masukan, solidaritas tinggi serta menerapkan prinsip “yok opo enake” (sama-sama enak). Daerah ini merupakan kawasan abu-abu, dimana kekuatan nasionalis berimbang. Madura berbeda sekali dari Jawa. Budaya mereka terbentuk dari kerasnya alam dan system tegalan. Sifat keras, pekerja keras, temperamental dan solidaritas tinggi serta sikap keagamaan yang kuat. Pendalungan-kawasan yang membentang dari Pasuruan sampai Jember ini merupakan titik temu antara budaya jawa dan Madura.

Model seni budaya varian dari budaya Pandalungan dan Mataraman, menyebar di wilayah lain seperti Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro. Surabaya merupakan kota besar yang setiap saat disuplai berbagai bahan makanan, sayur, ikan, daging, beras, dan hasil perkebunan lainnya menjadi salah satu distributor dan transaksi budaya penting di Jawa Timur. Tujuan urbanisasi masyarakat wilayah Mataraman dan Pendalungan sebgian adalah Surabaya. Karena itu Surabaya menjadi pusat perdagangan, industri, komunikasi, pendidikan, dan transaksi di Jawa Timur. Secara historis dan sosiologis pengaruh budaya Pendalungan dan Mataraman besar sekali terhadap masyarakat Surabaya. Di sisi lain, Surabaya adalah pintu bagi komunikasi, perdagangan, dan transaksi dengan dunia nasional dan internasional. Karena itu secara kultural budaya yang berkembang di Surabaya tidak lagi hanya diwarnai budaya Pendalungan dan Mataraman, tetapi ada nilai nasional, dan internasional.

No comments:

Post a Comment