Thursday 5 August 2010

Penafsiran Tentang Bahasa “kasar” Arek Suroboyo



Banyak orang mungkin berpikir bahwa bahasa Surabaya itu adalah bahasa yang kasar. Tapi menurut pandangan arek-arek Suroboyo sendiri bahasa Suroboyoan itu adalah bahasa yang biasa dan tidak ada bedanya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya. Dan banyak orang yang memandang bahasa Suroboyoan itu bahasa daerah yang kasar..

Saya pernah berbicara dengan orang Semarang. Kita sama-sama memakai bahasa Jawanya, akan tetapi logat dan dialek yang kami gunakan pun berbeda. Di dalam hal ini ada hal yang saya tidak suka tentang penafsiran dan asumsi dari orang yang berasal dari kota lain, mereka pernah bilang kepada saya bahwa bahasa Surabaya itu kasar sekali dan tidak enak untuk didengar. Mendengarkan statemen seperti itu, saya sebagai orang Surabaya merasa tersinggung. Selain itu mereka juga bilang, bahwa arek Surabaya itu pasti pinter “misuh” (berbicara kotor). Lalu saya bilang kepada orang tersebut bahwa bahasa kami memang kasar dibandingkan dengan bahasa Jawa yang lainnya, akan tetapi kami tahu bagaimana kami harus bertutur kata yang baik, dan tidak mungkin juga kan kami orang Surabaya berkata “misuh” kepada orang lain apalagi orang yang berasal dari kota lain. Bila kita pelajari dan menelaah secara spesifik tentang bahasa Suroboyoan, sebenarnya bahasa Surabaya itu tidaklah sekasar yang mereka kira. Dan bahkan mungkin arek-arek Suroboyo pun banyak yang kurang memahami dan mengetahui bahasa Surabaya yang sebenarnya. Mereka hanya mengaplikasikan bahasa Suroboyoan yang umum yang sering diucapkan sehari-hari.

Sedangkan untuk bahasa kasar “misuh”, iya memang banyak arek-arek Surabaya yang mengucapkan kata-kata itu. Biasanya mereka berkata “misuh” untuk meluapkan emosi mereka, walaupun sebenarnya kata-kata itu memang tidak pantas untuk diucapkan dan tidak enak untuk didengar. Tapi itulah budaya, bahasa juga merupakan warisan budaya dan budaya itu akan selalu ada secara turun-temurun. Disini saya akan menjelaskan sedikit tentang “Dialek Suroboyoan”. Apa itu dialek Suroboyoan?

Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.

Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rek" sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arek", yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata "bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e dalam kata edan), yang dlam bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".

Selain itu, sering pula ada kebiasaan di kalangan penutur dialek Surabaya, dalam mengekspresikan kata 'sangat', mereka menggunakan penekanan pada kata dasarnya tanpa menambahkan kata sangat (bangat atau temen), misalnya "sangat panas" sering diucapkan "puanas", "sangat pedas" diucapkan "puedhes", "sangat enak" diucapkan "suedhep" dsb.
Hawane puanas (udaranya panas sekali)
Sambele iku puedhes (sambal itu pedas sekali)
Selain itu. salah satu ciri lain dari bahasa Jawa dialek Surabaya, dalam memberikan perintah menggunakan kata kerja, kata yang bersangkutan direkatkan dengan akhiran -no. Dalam bahasa Jawa standar, biasanya direkatkan akhiran -ke
"Uripno (Jawa standar: urip-ke) lampune!" (Hidupkan lampunya!)
"Tukokno (Jawa standar: tukok-ke) kopi sakbungkus!" (Belikan kopi sebungkus!)

Sedangkan untuk kata kasar “misuh” atau kata yang lebih dikenal dengan “ Jancuk” atau “Cuk”, itu merupakan kata kasar yang tidak sopan untuk diucapkan. “JANCUK” berasal dari kata 'dancuk' dan turunan dari 'diancuk' dan turunan dari 'diencuk' yg artinya 'disetubuhi'. Orang jawa (golongan mataraman) pada umumnya menganggap dialek suroboyoan adalah yang terkasar. tapi sebenarnya itu menujukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang. sikap basa basi yang diagung-agungkan wong jawa, tidak berlaku dalam kehidupan arek suroboyo. misalnya dalam berbicara, wong jawa menekankan tdak boleh memandang mata lawan bicara yang lebih tua atau yang dituakan atau pemimpin, karena dianggap tidak sopan. Tapi dalam budaya arek suroboyo,itu tanda bahwa orang tersebut sejatinya pengecut, karena tidak berani memandang mata lawan bicara.

Bahasa daerah merupakan salah satu warisan budaya, dan warisan budaya tersebut pasti akan selalu turun-temurun di generasi selanjutnya. Jadi menurut saya sekasar-kasarnya bahasa yang kita miliki itu merupakan budaya juga. Dan saya sebagai orang Surabaya pun tentu tahu kapan dan dimana saya harus menggunakan bahasa yang menurut saya baik dan benar.

1 comment:

  1. GOOD JOB!!
    I like it!!
    Terusno yo nulise,lek aku dhuwe wektu,engkok tak wocoe maneh,hahaha :D

    ReplyDelete